BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep karir adalah konsep yang
netral (tidak berkonotasi positif atau negatif). Karena itu karir ada yang
baik, ada pula karir yang buruk. Ada
perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua
orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan
cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi
karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal.
Dalam kaitan arti yang terakhir ini, kita biasa mengatakan, misalnya, “karir si
A sebagai pelukis cukup baik” dan si B mengakhiri karirnya di bidang politik
secara baik”, dan sebagainya.
Manajemen karir adalah
proses pengelolaan karir pegawai yang meliputi tahapan kegiatan perencanaan
karir, pengembangan dan konseling karir, serta pengambilan keputusan karir.
Manajemen karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan
dengan unit tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh
karena itu manajemen karir mencakup area kegiatan yang sangat luas. Dalam
penulisan ini tahapan yang akan dibahas adalah tentang perencanaan dan
pengembangan karir.
Perencanaan
karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh
organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang
harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu
digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak
yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan
karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.
Pengembangan karir adalah proses
mengidentifikasi potensi karir pegawai, dan materi serta menerapkan cara-cara
yang tepat untuk mengembangkan potensi tersebut. Secara umum, proses pengembangan karir
dimulai dengan mengevaluasi kinerja pegawai. Proses ini lazim disebut sebagai
penilaian kinerja (performance appraisal). Dari hasil penelitian kinerja
ini kita mendapatkan masukan yang menggambarkan profil kemampuan pegawai (baik
potensinya maupun kinerja aktualnya). Dari masukan inilah kita mengidentifikasi
berbagai metode untuk mengembangkan potensi yang bersangkutan.
1.2 Ruang Lingkup
Adapun
materi yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
pengenalan karir
2.
memahami manajemen
karir
3.
memahami
perencanaan dan pengembangan karir
4.
tujuan dari
perencanaan dan pengembangan karir
1.3
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.
mendalami
pengetahuan tentang manajemen karir.
2.
mendalami kebutuhan
dari perencanaan dan pengembangan karir.
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1.
mendapatkan
gambaran tentang manajemen karir yang berguna bagi pegawai maupun perusahaan.
2.
mandapatkan pemahaman
tentang pentingnya perencanaan dan pengembangan karir
1.4
Metodologi
Penulisan
Dalam penulisan ini metode yang digunakan untuk memenuhi
penyusunan penulisan ini adalah:
1.
Studi kepustakaan
2.
penelusuran website
BAB 2
LANDASAN TEORI
Konsep Karir
Menurut Handoko (2000 : 123), karir adalah semua pekerjaan yang ditangani
atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Dengan demikian karir
menunjukkan perkembangan para pegawai secara individual dalam jenjang jabatan
atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi.
Simamora (2001 : 504), berpendapat bahwa kata
karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari
perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang
subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang
selama hidupnya, sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan
perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang
menjadi semakin tua. Kedua.
Simamora (2001 : 504), berpendapat bahwa kata
karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari
perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang
subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang
selama hidupnya, sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan
perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang
menjadi semakin tua. Kedua perspektif tersebut terfokus pada individu dan
menganggap bahwa setiap individu memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap
nasibnya sehingga individu tersebut dapat memanipulasi peluang untuk
memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karirnya. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas
yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan
aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.
Menurut Walker
(1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting dari pada pekerjaan
itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek
keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela bekerja di
pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam
karirnya.
Sebaliknya, bagi
organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan membawa
manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980)
bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan
yang sangat memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu,
penanganan karir yang baik oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi
yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena
itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga
merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan
lainnya.
Konsep Perencanaan Karir
Menurut Simamora (2001 : 504), perencanaan
karir (career planning) adalah suatu proses dimana individu dapat
mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya.
Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
Manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai,
menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan
orang-orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan
datang.
Menurut Simamora (2001 : 519), individu
merencanakan karir guna meningkatkan status dan kompensasi, memastikan
keselamatan pekerjaan, dan mempertahankan kemampupasaran dalam pasar tenaga
kerja yang berubah. Disisi lain, organisasi mendorong manajemen karir individu
karena ingin :
- mengembangkan dan mempromosikan karyawan dari dalam perusahaan;
- mengurangi kekurangan tenaga berbakat yang dapat dipromosikan;
- menyatakan minat pada karyawan;
- meningkatkan produktivitas;
- mengurangi turnover karyawan;
- memungkinkan manajer untuk menyatakan minat pribadi terhadap bawahannya;
- menciptakan cita rekrutmen yang positif.
Simamora (2001 : 519), juga mengatakan bahwa
kepribadian seseorang (termasuk nilai-nilai, motivasi, dan kebutuhan) merupakan
hal yang penting dalam menentukan pilihan karir. Terdapat enam orientasi
pribadi yang menentukan jenis-jenis karir yang dapat memikat individu untuk
menentukan pilihan karirnya. Ke enam jenis orientasi pribadi tersebut adalah :
- Orientasi realistik
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang
melibatkan aktivitasaktivitas fisik yang menuntut keahlian, kekuatan, dan
koordinasi. Beberapa contoh : pertanian, kehutanan, dan agrikultur.
- Orientasi investigatif
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang
melibatkan aktivitasaktivitas kognitif (berpikir, berorganisasi, pemahaman)
daripada yang afektif (perasaan, akting, dan emosional). Beberapa contoh :
biolog, ahli kimia, dan dosen.
- Orientasi sosial.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang
melibatkan aktivitasaktivitas antarpribadi daripada fisik atau intelektual.
Beberapa contoh : psikologi klinis, layanan asing dan kerja sosial.
- Orientasi konvensional.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang
melibatkan aktivitasaktivitas terstruktur dan teratur. Beberapa contoh :
akuntan dan bankir.
- Orientasi perusahaan.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang
melibatkan aktivitas aktivitas verbal yang ditujukan untuk mempengaruhi orang
lain. Beberapa contoh : manajer, pengacara dan tenaga humas.
- Orientasi artistik.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang
melibatkan aktivitasaktivitas ekspresi diri, kreasi artistik, ekspresi emosi,
dan individualistik. Beberapa contoh : artis, eksekutif periklanan, dan musisi.
Menurut Mondy (1993 : 362), melalui
perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri,
mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan
merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam
perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan
kesempatan-kesempatan yang secara realistis tersedia.
Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama
yaitu perencanaan karir individual (individual
career planning) dan perencanaan karir organisasional (organizational
career planning). Perencanaan karir individual dan
organisasional tidaklah dapat dipisahkan dan disendirikan. Seorang individu
yang rencana karir individualnya tidak dapat terpenuhi didalam organisasi,
cepat atau lambat individu tersebut akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena
itu, organisasi perlu membantu karyawan dalam perencanaan karir sehingga
keduanya dapat saling memenuhi kebutuhan. (Mondy, 1993 : 362)
Konsep Pengembangan Karir
Menurut Simamora (2001 : 504), terdapat
tanggung jawab yang berbeda antara individu/pegawai dan organisasi dalam
mengelola karir, seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar
2.1. Perbedaan individu dengan organisasi dalam mengelola karir
Menurut Mondy (1993,p.362 dan 376),
pengembangan karir (career development) meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan
seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Selanjutnya ada
beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Pekerjaan itu sendiri
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap
hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di
pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.
2.
Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan
ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk
menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk
menjadi middle manager.
3.
Pengembangan akan
terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai dengan
tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang
individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan
akan menempati pekerjaan yang baru.
4.
Waktu yang digunakan
untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan mengidentifikasi rangkaian
penempatan pekerjaan individu yang rasional.
Konsep Manajemen Karir
Menurut Dessler (1997 : 45) kegiatan
personalia seperti penyaringan, pelatihan, dan penilaian berfungsi untuk dua
peran dasar dalam organisasi, yaitu : (a) Peran pertama, peran tradisional
adalah menstafkan organisasi mengisi posisi-posisinya dengan karyawan yang
mempunyai minat, kemampuan dan keterampilan yang memenuhi syarat; (b) Peran
kedua adalah memastikan bahwa minat jangka panjang dari karyawan dilindungi
oleh organisasi dan bahwa karyawan didorong untuk bertumbuh dan merealisasikan
potensinya secara penuh. Anggapan dasar yang
melandasi peran ini adalah bahwa majikan memiliki suatu kewajiban untuk
memanfaatkan kemampuankemampuan karyawan secara penuh dan memberikan kepada
semua karyawan suatu kesempatan untuk bertumbuh dan merealisasikan potensinya
secara penuh serta berhasil dalam mengembangkan karirnya.
Menurut Simamora (2001 : 504) manajemen karir
(career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai,
menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu
kumpulan orang-orang yang berbobot untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang.
BAB 3
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR
3.1 Perencanaan karir
Perencanaan karir
merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan perjalanan karir pegawai serta
mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir
tertentu.
Seperti yang sudah
disinggung di muka, perencanaan karir dilakukan baik oleh pegawai maupun oleh
organisasi. Karena itu, kita mengenal
dua macam perencanaan karir, yaitu :
o Perencanaan karir (di tingkat)
organisasi (Organization career panning).
o Perencanaan karir individual pegawai (Individual
career palnning).
3.1.1 Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat
organisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengadakan atau mengidentifikasi
hal-hal berikut :
a.
Profil
kebutuhan pegawai
b.
Deskripsi
jabatan/pekerjaan
c.
Peta jalur
karir
d.
Mekanisme
penilaian kinerja pegawai
3.1.1.1 Profil Kebutuhan Pegawai
Semua
organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas
pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan,
direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus
dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali diperlukan. Pemetaan itu
sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi (catatan kuantitas pegawai) dan
pemetaan normatif (kualitatif).
Perlu diingat kembali, profil
kebutuhan pegawai adalah gambaran (kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang
diperlukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Apa
yang “diperlukan” ini adalah perbedaan antara apa yang ada sekarang dengan apa
yang seharusnya ada. Jadi, jika saat ini terdapat 35 pegawai padahal organisasi
membutuhkan 55 pegawai maka profil (kuantitatif) kebutuhan pegawai adalah 20
pegawai.
Untuk mengetahui profil kebutuhan
inilah maka dinamika perubahan profil pegawai harus dipetakan. Salah satu
caranya adalah dengan membuat Matriks Transisi yang contohnya seperti berikut :

Tabel 3.1.
Profil Manajerial PT XYZ
Dari matriks di atas
kita mendapat beberapa informasi. Pertama, per Oktober 2004, jumlah
manajer yang tetap di posisinya saat ini adalah 80%. Yang keluar (mungkin
keluar perusahaan atau keluar dari departemennya) adalah 20%. Kedua, ada 10% supervisor
yang naik jabatan menjadi manajer; 80% supervisor tetap diposisinya
saat ini; 5% supervisor turun menjadi koordinator; dan sisanya (5%)
keluar. Ketiga, terdapat 5% koordinator yang naik menjadi supervisor;
80% koordinatir tetap diposisinya saat ini, dan 15% sisanya keluar.
Matriks Transisi
juga bisa berbentuk seperti contoh berikut :

Tabel 3.2. Profil Rotasi Pegawai PT XYZ
Dari matriks diatas kita mendapatkan informasi, bahwa
selama satu tahun (Oktober 94-Oktober 95) terdapat 60% pegawai yang tetap pada
posisi pekerjaan A, sedangkan 40% lainnya keluar. Sementara itu, terdapat 15%
pegawai pindah dari pekerjaan B ke pekerjaan A; 75% tetap di pekerjaan B, dan
10% sisanya keluar. Selanjutnya, ada 5% pegawai yang pindah dari pekerjaan C ke
pekerjaan A; 15% dari C keB; 60% tetap di C; dan 20% sisanya keluar. Demikian
dan seterusnya.
Adanya pemetaan
profil pegawai, maka proses perencanaan karir pegawai diharapkan dapat berjalan
lebih cepat dan lancar. Paling tidak, kita mengetahui dengan cepat berapa orang
pegawai yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, dalam periode tertentu. Ini akan
dijadikan dasar untuk memprediksi jumlah pegawai yang harus dipersiapkan untuk
menduduki posisi jabatan tertentu.
Pada contoh
matriks di atas, misalnya, kita mengetahui bahwa terdapat kekuarangan pegawai
sebesar 40% untuk pekerjaan A, dan kekurangan 25% untuk pekerjaan B.
Dalam perusahaan
yang memiliki Turn Over (perpindahan pegawai) cukp tinggi, matriks
diatas amat sangat berguna untuk melacak perpindahan tersebut. pada kasus-kasus
tertentu, pemetaan itu tidak hanya harus direvisi setahun sekali, namun bahkan
beberapa bulan sekali.
Pemetaan kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan
cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain
adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit
ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan pegawai yang ada,
memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban kerja sampai ambang
batas tertentu, dan sebagainya.
3.1.1.2 Deskripsi Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan
pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan
deskripsi jabatan ini cukup rumit (sedikit banyak sudah dibahas di bab dua). Namun
pada prinsipnya, sebuah organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua
jenis pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk
mengerjakannya (job requirement).
3.1.1.3 Peta Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran
yang berisi berbagai nama jabatan (Job title) beserta alur- alur yang
menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti kemungkinan
beralihnya pegawai dari satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat
peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan mengerti masa depan karirnya
sendiri.
3.1.1.4 Mekanisme Penilaian
Kinerja Pegawai
Karir pegawai
berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu, kinerja pegawai harus
dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme penilaian yang
jelas. Hal ini akan dibahas lebih rinci di bab enam.
3.1.2 Perencanaan Karir
Individual Pegawai
Bagi pegawai,
perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting bila tidak
ada sangkut pautnya dengan karir si pegawai tersebut. Karena itu, perencenaan
karir ditingkat organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi perencanaan
karir ditingkat individu pegawai.
Telah dijelaskan
bahwa perjalanan karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk kesebuah
organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu. Dan hal
ini berlaku bagi siapapun yang bekerja diorganisasi tersebut, dari pegawai
ditingkat yang paling rendah sampai ke tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang
pegawai adalah mengetahui sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa
depan, serta menetukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir
tersebut dapat dicapai secara efektif-efisien.
Sebelum kita
membahas beberapa hal berkenaan dengan perencanaan karir pegawai, kita perlu
mengetahui bahwa ada Lima Syarat Utama yang harus di penuhi agar
proses perencanaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Ke-lima syarat tersebut yaitu :
a.
Dialog
Urusan karir
adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak
berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri.
Ini
kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang
didialogkan denga pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika
diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut dianggap terlalu
memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu dibicarakan.
Meskipun
demikian dialog tentang karir ini harus diusahakan terjadi antara organisasi
(misalnya diwakili seorang pimpinan) dengan pegawai. Melalui dialog inilah
diharapkan timbul saling pengertian antara pegawai dan organisasi tentang
prospek masa depan si pegawai.
b.
Bimbingan
Tidak semua
pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu,
organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap
pegawai. Melalui bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai
informasi tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui
tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka panjang),
persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut, serta usaha-usaha apa yang
harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien.
c.
Keterlibatan individual
Dalam rangka
hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai
sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena-
mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka.
Setiap individu
pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi
kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam proses tersebut. Jika tidak maka perencanaan
karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari sisi kepentingan
organisasi belaka.
d.
Umpan balik
Sebenarnya, proses
pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini
ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mrngetahui setiap
keputusan yang berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak
tahu mengapa mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam
waktu yang cukup lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya.
Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
e.
Mekanisme perencanaan karir
Yang maksud di
sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan
karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya. Dalam mekanisme perencanaan karir ini
harus diusahakan agar empat hal di atas (dialog, bimbingan, keterlibatan
individual, dan umpan balik) dapat terwadahi. Di samping itu, mekanisme
seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur yang lebih rinci, formal, dan
tertulis.
Demikanlah uraian
singkat tentang lima syarat utama untuk melakukan perencanaan karir. Yang penting untuk dicatat
adalah bahwa kelima syarat di atas harus terpenuhi secara integral. Jika satu
syarat saja tidak terpenuhi, maka pembinaan karir pegawai pasti akan mengalami
hambatan.
Selain lima syarat diatas, kita juga perlu memahami bahwa
sebagai manusia, seorang pegawai juga melalui tahapan-tahapan dalam perjalanan
karirnya. Empat Tahapan Karir yang biasa dilalui seorang pegawai
yaitu :
o
tahap coba-
coba
o
tahap kemapanan
o
tahap pertengahan
o
tahap lanjut.
Dalam hal ini, kebutuhan pegawai
(kebutuhan tugas maupun emosional) berbeda- beda sesuai dengan tahapannya. Jika
dirangkum, tahapan karir dan pegawai dalam hubungannya dengan kebutuhan tugas
dan emosional pegawai adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3. tahapan karir pegawai
dalam hubungannya dengan kebutuhan
tugas dan emosional pegawai
Dari tabel diatas jelaslah bahwa
kebutuhan pegawai dalam hubungannya dengan pengembangan karirnya tidak selalu
sama disuatu waktu tertentu. Secara umum, dapat kita katakan bahwa semakin
matang seseorang semakin berubah kebutuhan pegawai itu, kearah yang lebih
mapan, dan menjauh dari ambisi- ambisi untuk berkompetisi.
Dengan demikian,
wajarlah bila perencanaan karir seseorang harus disesuaikan dengan tahapan
kematangan pribadinya. Hanya dengan demikian perencanaan karir seseorang dapat
mengakomodasi kebutuhan- kebutuhan si pegawai tersebut.
Ada beberapa tahap
yang perlu kita lakukan dalam proses perencanaan karir pegawai. Tahap tersebut yaitu :
a.
Analisis
Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir individu,
dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses mengidentifikasi potensi
(kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai, agar dengan
demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan
sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis kebutuhan
karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai
itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya sehingga
kebutuhan karir pegawai dapat di identifikasi sebaik- baiknya.
Sedikitnya ada dua cara untuk
mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai yaitu:
i.
Career By
Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai
dibimbing untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
o
Dimana saya
saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat kembali
apa saja yang pernah dicapainya di masa lalu, dan kegagalan apa saja yang
pernah dialaminya. Dengan kata lain, pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk
mengkaji kembali perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda
pada bagian – bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses,
di mana pula ia gagal.
o
Siapa saya
? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai menemukan jati dirinya.
Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi jiwanya sendiri dan menjawab:
o
Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya punya
bakat menjadi pemimpin ? Apakah
saya pemberani ? Penakut ? Jujur ? dan seterusnya.
o
Apa yang
sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk membantu pegawai
memformulasikan cita-citanya sendiri secara realistis. Ia dibantu untuk
menjawab: Apakah dengan kemampuan yang saya miliki ini, saya tanpa sadar
mendambakan sesuatu yang terlalu muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu
rendah ? Pesimis ? Kurang ambisius ?
o
Pekerjaan
apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini mendorong pegawai untuk
berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut untuk memilih. Ia dituntut
untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah saya cocok bekerja dilapangan yang
membutuhkan keterampila keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan
kemauan untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang
teoritis dan konseptual ?
o
Jabatan apa
yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah menjurus ke jabatan-jabatan
yang ada didalam organisasi tempat si pegawai bekerja. Cocokkah saya staf
marketing ? Atau saya justru lebih cocok bekerja sebagai staf keuangan dan
sebagainya.
ii.
Analisis
Peran – Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran
– kompetensi disini adalah analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa
yang paling sesuai untuk seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja
yang telah dikuasi oleh si pegawai dan kompetensi mana yang belum dikuasi.
Contoh peran atau jabatan dalam sebuah pusdiklat, misalnya, antara lain :
o Evaluator
o Fasilitator tim
o Konselor
o Penulis bahan ajar
o Instruktur
o Manajer diklat
o Pemasar (marketer)
o Spesialis media
o Analisis kebutuhan diklat
o Administrator program
o Perancang program
o Perencanaan strategis
o Penganalis tugas
o Peneliti
o Pengembang kurikulum
Contoh
kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh orang-orang yang mempunyai peran
di atas, misalnya :
o
Pengetahuan
tentang pendidikan orang dewasa
o
Keterampilam
kompueter
o
Pengetahuan
dalam pengembangan kurikulum
o
Keterampilan
komunikasi
o
Kemampuan
meneliti
o
Kemampuan
menulis bahan ajar
Melalui analisis peran-kompensasi
ini, pegawai digiring untuk melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji
secara jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan
kompetensi mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka menjalankan
peran-peran yang ada.
b.
Pemetaan
Karir Individu
Jika
analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan
telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika
hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah
dapat dibuat.
Jadi, pemetaan karir individu adalah
suatu proses untuk menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk
penjelasan tentang tingkat kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan
tertentu.
Dalam sebuah peta kerier, seorang
pegawai dikatakan sebagai seorang yang berbakat untuk memangku jabatan-jabatan
tertentu, misalnya :
1.
Kepala
divisi pemasaran
2.
Kepala
divisi keuangan
3.
Kepala
divisi produksi
Dalam hal ini, nomor urut di atas
(1, 2, 3) sengaja disusun demikian untuk menunjukkan tingkat kemungkinan si
pegawai memegang jabatan tersebut. dalam contoh diatas, nomor 1 (menjadi Kepala
Divisi Pemasaran) paling mungkin, dan nomor 3 kemungkinannya paling rendah.
Dalam peta karir tersebut,
dijelaskan mengapa pegawai bersangkutan diangap lebih berkemungkinan menjadi
kepala divisi pemasaran dari pada kepala divisi keuangan atau kepala divisi
produksi.
c.
Penilaian
Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak
menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu di masa depan.
Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris (nyata) apakah
pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang menunjang
jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta keriernya.
Penilaian kinerja individu sesungguhnya
merupakan usaha untuk mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja
seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti nyata yang didapat dari proses
penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan pembinaan karir pegawai,
tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan bonus, mencari masukan
untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.
d.
Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja
kepada seorang pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus berusaha mencapai
jabatan yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat mengundang perdebatan
pro-kontra untuk menentukan sikap mana yang paling benar.
Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek
karirnya sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar
karirnya sendiri ?
Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang
bersangkutan mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai
tidak tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai
cepat atau lambat akan menimbulkan masalah bagi semua pihak.
Dari contoh di atas, baik organisasi maupun pegawai harus
berusaha agar prospek karir menjadi “kepala divisi permasaran” dapat
direalisasikan secepat mungkin. Untuk itu perlu dipertanyakan: usaha-usaha apa
yang perlu dilakukan agar pegawai ini dapat dan mampu menjadi Kepala Divisi
Pemasaran?
Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin akan berupa
sederetan kegiatan yang harus dilakukan oleh si pegawai, misalnya :
o
Kursus
bahasa Inggris
o
Magang di
divisi pemasaran
o
Berpartisipasi
dalam prospek riset pemasaran
o
Menghadiri
seminar dan lokakarya tentang pemasaran
o
Merancang
strategi pemasaran
Kesimpulannya, si pegawai harus
dibantu sedemikian rupa agar dari hari ke hari ia semakin dekat dengan tujuan
karir yang telah dipetakan (“diramalkan”) sebelumnya. Hanya dengan demikian
proses perencanaan karir benar-benar mempunyai makna, baik bagi organisasi,
maupun bagi si pegawai sendiri.
3.2 Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah proses pelaksanaan
(implementasi) perencanaan karir. Pengembangan karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan
cara nondiklat. Pengembangan karir melalui dua jalur
ini sedikit-banyak telah di bahas di bab Pelatihan dan Pengembangan. Pada
bagian ini, cukuplah kita sebutkan beberapa contoh bentuk pengembangan karir
melalui dua cara ini.
Contoh-contoh
pengembangan karir melalui cara diklat adalah :
o Menyekolahkan pegawai (di
dalam atau di luar negeri),
o Memberi pelatihan (di dalam
atau di luar organisasi),
o
Memberi
pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).
Contoh-contoh
pengembangan karir melalui cara nondiklat adalah :
o Memberi penghargaan kepada
pegawai
o Menghukum pegawai
o Mempromosikan pegawai ke
jabatan yang lebih tinggi
o Merotasi pegawai ke jabatan
lain yang setara dengan jabatan semula.
3.2.1
Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Kesuksesan proses pengembangan karir tidak
hanya penting bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal
atau faktor yang sering kali amat berpengaruh terhadap manajemen karir adalah :
o
Hubungan
pegawai dan organisasi
o
Personalitas
pegawai
o
Faktor-faktor
eksternal
o
Politicking
dalam organisasi
o
System
penghargaan
o
Jumlah
pegawai
o
Ukuran
organisasi
o
Kultur
organisasi
o
Tipe
manajemen
a.
Hubungan
Pegawai dan Organisasi
Dalam
situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam hubungan yang saling
menguntungkan. Dalam keadaan ideal ini, baik pegawai maupun organisasi dapat
mencapai produktifitas kerja yang tinggi.
Namun, kadangkala keadaan ideal ini
gagal dicapai. Adakalanya pegawai sudah bekerja baik, tetapi organisasi tidak
mengimbangi prestasi pegawai tersebut dengan penghargaan sewajarnya. Maka,
ketidakharmonisan hubungan antara pegawai dan organisasi ini cepat atau lambat
akan mempengaruhi proses manajemen karir pegawai. Misalnya saja, proses
perencanaan karir pegawai akan tersendat karena pegawai mungkin tidak diajak
berpartisipasi dalam perencanaan karir tersebut. Proses pengembangan karir pun
akan terhambat sebab organisasi mungkin tidak peduli dengan karir pegawai.
b.
Personalia
Pegawai
Kadangkala, menajemen karir pegawai
terganggu karena adanya pegawai yang mempunyai personalitas yang menyimpang
(terlalu emosional, apatis, terlalu ambisius, curang, terlalu bebal, dan
lain-lain). Pegawai yang apatis, misalnya, akan sulit dibina karirnya sebab
dirinya sendiri ternyata tidak perduli dengan karirnya sendiri. Begitu pula
dengan pegawai yang cenderung terlalu ambisius dan curang. Pegawai ini mungkin
akan memaksakan kehendaknya untuk mencapai tujuan karir yang terdapat dalam manajemen
karir. Keadaan ini menjadi lebih runyam dan tidak dapat dikontrol bila pegawai
bersangkutan merasa kuat karena alasan tertentu (punya koneksi dengan bos,
mempunyai backing dari orang-orang tertentu, dan sebagainya).
c.
Faktor
Eksternal
Acapkali terjadi, semua aturan dalam
manajemen karir di suatu organisasi menjadi kacau lantaran ada intervensi dari
pihak luar. Seorang pegawai yang mempromosikan ke jabatan lebih tinggi,
misalnya, mungkin akan terpaksa dibatalkan karena ada orang lain yang didrop
dari luar organisasi. Terlepas dari masalah apakah kejadian demikian ini
boleh atau tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini jelas mengacaukan
menajemen karir yang telah dirancang oleh organisasi.
d.
Politicking
Dalam Organisasi
Manajemen karir pegawai akan
tersendat dan bahkan mati bila faktor lain seperti intrik-intrik, kasak-kasak,
hubungan antar teman, nepotisme, feodalisme, dan sebagainya, lebih dominan
mempengaruhi karir seseorang dari pada prestasi kerjanya. Dengan kata lain,
bila kadar “politicking” dalam organisasi sudah demikian parah, maka manajemen
karir hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya. Perencanaan karir akan
menjadi sekedar basa-basi. Dan organisasi akan dipimpin oleh orang-orang yang pintar dalam politicking tetapi rendah mutu
profesionalitasnya.
e.
Sistem
Penghargaan
Sistem manajemen (reward system)
sangat mempengaruhi banyak hal, termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi
yang tidak mempunyai sistem penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif)
akan cenderung memperlakukan pegawainya secara subyektif. Pegawai yang
berprestasi baik dianggap sama dengan pegawai malas. Saat ini, mulai banyak
organisasi yang membuat sistem penghargaan yang baik (misalnya dengan
menggunakan sistem “kredit poin”) dengan harapan setiap prestasi yang
ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin” dalam jumlah tertentu.
f.
Jumlah
Pegawai
Menurut pengalaman dan logika akal
sehat, semakin banyak pegawai maka semakin ketat persaingan untuk menduduki
suatu jabatan, dan semakin kecil kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai
untuk meraih tujuan karir tertentu. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah
organisasi sangat mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika jumlah pegawai sedikit, maka
manajemen karir akan sederhana dan mudah dikelola. Jika jumlah pegawai banyak,
maka manajemen karir menjadi rumit dan tidak mudah dikelola.
g.
Ukuran Organisasi
Ukuran organisasi
dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan yang ada dalam organisasi
tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah personel pegawai yang
diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan tersebut. biasanya,
semakin besar organisasi, semakin kompleks urusan manajemen karir pegawai.
Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih banyak.
h.
Kultur Organisasi
Seperti sebuah
sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur
professional, obyektif, raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung
feodalistik, rasional, dan demokratis. Ada
juga organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja (sistem merit).
Ada pula
organisasi yang lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal lain.
Karena itu, meskipun organisasi
sudah memiliki sistem manajemen karir yang baik dan mapan secara tertulis, tetapi
pelaksanaannya masih sangat tergantung pada kultur organisasi yang ada.
i.
Tipe
Manajemen
Secara teoritis-normatif, semua
manajemen sama saja di dunia ini. Tetapi dalam impelemntasinya, manajemen di
suatu organisasi mungkin amat berlainan dari manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang
cemderung kaku, otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang
cenderung fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.
Jika manajemen cenderung kaku dan
tertutup, maka keterlibatan pegawai dalam hal pembinaan karirnya sendiri juga
cenderung minimal. Sebaliknya, jika manajemen cenderung terbuka, partisipatif,
dan demokratis, maka keterlibatan pegawai dalam pembinaan karir mereka juga
cenderung besar.
Dengan kata lain, karir seorang
pegawai tidak hanya tergantung pada faktor-faktor internal di dalam dirinya
(seperti motivasi untuk bekerja keras dan kemauan untuk ingin maju), tetapi
juga sangat tergantung pada faktor-faktor eksternal seperti manajemen. Banyak
pegawai yang sebenarnya pekerja keras, cerdas, jujur, terpaksa tidak berhasil
meniti karir dengan baik, hanya karena pegawai ini “terjebak” dalam sistem
manajemen yang buruk.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Dengan pengenalan dan
pembahasan tentang manajemen karir dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
manajemen karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan
dengan unit tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh
karena itu manajemen karir mencakup area kegiatan yang sangat luas. Pentingnya
manajemen karir bagi karyawan adalah untuk meningkatkan potensi dan
produktifitas bagi kemajuan dirinya, sedangkan bagi perusahaan adalah untuk
merencanakan SDM mereka dalam meningkatkan nilai bisnis perusahaan dan
kompetisi bisnis.
2.
Perencanaan dan pengembangan
karir merupakan fungsi manajemen karir. perusahaan yang ingin karyawan mereka dapat
bekerja dengan skill dan pengetahuan yang baik harus dapat merencanakan dan
mengembangkan karir pegawainya, sedangkan bagi pegawai dengan adanya
perencanaan dan pengembangan karir, pegawai dapat mengetahui tujuan dan arah
karir mereka.
Saran
1.
Banyak karyawan perusahaan yang
tidak mampu berkompetisi bahkan mundur dari posisinya karena emosi, kemampuan,
dan pengetahuan mereka yang belum mendukung. Perusahaan sebagai tempat
mengembangkan ide dan potensi karyawan sangat berperan dalam mengarahkan karir
pegawainya supaya dapat berkembang sesuai dengan potensi karyawannya. Oleh
karena itu perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar profit bagi bisnisnya
saja namun berusaha meningkatkan kemampuan dan pengetahuan karyawan mereka.
2.
Dalam organisasi, terdapat
berbagai masalah yang berhubungan dengan karir pegawai. Ada yang tidak terlampau serius sehingga
dapat dipecahkan dalam tempo relatif cepat. Ada pula yang sangat serius sehingga
mengganggu pekerjaan si pegawai sendiri maupun pekerjaan rekan sekerja lainnya.
Dalam keadaan seperti ini, konseling karir sangat diperlukan, baik oleh pegawai
maupun oleh organisasi. Bahkan organisasi yang cukup besar seringkali merasa
perlu mempekerjakan seorang pakar (konselor) yang khusus menangani
masalah-masalah karir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler,
Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Indonesia.
Jakarta: Pnerbit Prenhallindo.
Handoko, Hani T. 2000.
Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE
Hasibuan, Malayu SP. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Mondy, W. R dan Robert M. Noe. 1993. Human Resouces Management. Allyn & Bacon.
Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit STIE
YKPN
Walker, J.W. 1990. Managing Human Resources in a Flat, Lean, and
Flexible
Organization: Trends for The 1990’s”. Human
Resource Planning. Vol. 11: 125-
132.
0 komentar:
Posting Komentar